Hukum Tukar-Menukar Beras Dengan Penambahan

Hukum Tukar-Menukar Beras Dengan Penambahan

Assalamu’alaikum warahmatullah.
Ustadz, saya mau bertanya terkait tukar-menukar barang sejenis. Kasusnya begini: setiap bulan saya mendapatkan beras jatah dari gudang dengan kualitas kurang baik. Kemudian saya tukarkan beras itu di pasar dengan beras (Rojo Lele) yang lebih baik. Untuk mendapatkan beras Rojo Lele itu saya harus menambah sejumlah uang. Apakah jual beli yang saya lakukan itu termasuk riba. Bagaimana solusi agar saya bisa mendapat beras yang lebih baik dan terbebas dari riba? (Yono—Boyolali, 081393xxxxxx)

Jawaban::
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, saya sampaikan bahwa saya sangat senang sekali dengan pertanyaan ini. Sebab pertanyaan ini menunjukkan kesungguhan Saudara dalam berislam, mentaati perintah Allah, dan menjauhi larangan-Nya.

Berbuat riba, baik memberi ataupun mengambil, sama-sama dilarang oleh Allah. Allah berfirman yang artinya,

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata, ‘Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,’ padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabb-nya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 275)

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah: 279)

Rasulullah SAW bersabda,
دِرْهَمٌ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ، أَشَدُّ مِنْ سِتَّةٍ وَثَلَاثِينَ زَنْيَةً
“Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu adalah riba), maka itu lebih berat daripada tiga puluh enam kali zina”. (HR Ahmad dari Abdullah bin Hanzhalah).
 لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ
“Rasulullah SAW melaknat orang memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Beliau bersabda, ‘Mereka semua sama.’.” (HR Muslim)
Di dalam Kitab al-Mughniy 4/25, Ibnu Qudamah mengatakan, “Riba diharamkan berdasarkan al-Qur`an, Sunnah, dan Ijma’.”
Riba dalam Jual Beli
Selain terjadi dalam utang-piutang, yakni syarat mengembalikan dengan tambahan, baik sekali maupun berlipat ganda, riba juga terjadi dalam jual beli. Dan asal jual beli adalah barter (tukar-menukar barang, baik sejenis maupun beda jenis).

Tentang adanya riba dalam jual beli ini Rasulullah SAW bersabda,
 الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ ، وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلًا بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ ، فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ ، فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jelai dengan jelai, kurma dengan kurma, garam dengan garam: sesama, setakaran, dan kontan. Apabila jenisnya berbeda, juallah sesuka hatimu jika dilakukan dengan kontan.” (HR. Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit)

Berdasarkan hadits di atas para ulama menyatakan, menukar emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jelai (sejenis gandum) dan jelai, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam—itu yang dimaksud dengan sesama—haruslah setakaran dan kontan. Dalam hal ini kualitas barang tidak diperhitungkan. Gandum kualitas 1 jika ditukar dengan gandum kualitas 2, harus sama takarannya dan harus kontan.  Jika takarannya berbeda, maka di situ ada riba. Riba fadhal namanya. Lain halnya jika gandum ditukar dengan garam. Tidak harus sama takarannya meskipun harus kontan.

Lain halnya dengan emas dan perak—sebagai alat tukar—jika hendak ditukar dengan empat komoditi (gandum, jelai, kurma, dan garam) dan apa saja yang diqiyaskan kepada keempatnya; boleh beda takaran dan boleh tidak kontan.

Beras diqiyaskan oleh para ulama kepada gandum atau jelai atau kurma. Jika kita ingin menukar beras kita dengan beras yang lain, takarannya harus sama dan diberikan secara kontan, meskipun kualitasnya tidak sama. Tambahan apa pun terhadapnya, termasuk uang, untuk mendapatkan kualitas beras yang baik adalah riba.

Solusinya, kita jual dulu beras yang kita miliki dengan tanpa janji apa pun antara kita dengan pembeli—yang mungkin juga penjual beras dengan kualitas baik. Setelah kita serahkan beras dan kita terima uang, barulah kita membeli beras dengan kualitas yang baik. “Tanpa janji” di sini harus diperhatikan. Sebab, jika terjadi kongkalingkong, itu adalah siasat riba yang diharamkan. Sebagai bentuk pemastiannya, sekali waktu kita tidak perlu membeli beras kepada orang yang telah membeli beras kita. Belilah dari penjual yang lain. Wallahu a’lam.

*Dijawab Oleh Ust. K.H. Imtihan Asy-Syafi’i M.IF (Dinukil dari majalah An-Najah Edisi 121, Rubrik Konsultasi Islam)

1 Response to "Hukum Tukar-Menukar Beras Dengan Penambahan"